Disusun Oleh : Rista Mafaza
*Pendahuluan**
Jenderal Sudirman adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang dikenal sebagai pemimpin angkatan bersenjata dan pelopor perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kontribusinya dalam perjuangan melawan penjajahan Belanda dan peranannya dalam membentuk dasar-dasar militer Indonesia menjadikannya salah satu tokoh penting dalam sejarah bangsa.
**Kehidupan Awal**
Jenderal Sudirman, yang lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Jawa Tengah, memiliki nama lengkap Sudirman. Ia berasal dari keluarga petani dengan latar belakang sederhana. Ayahnya bernama Karsid Kartawiuraji dan ibunya bernama Siyem. Namun ia lebih banyak tinggal bersama pamannya yang bernama Raden Cokrosunaryo yang merupakan seorang camat setelah diadopsi. Ayah dan Ibu Sudirman merelakan anaknya diadopsi oleh pamannya karena kondisi keuangan pamannya lebih baik daripada orang tua Sudirman sehingga mereka ingin yang terbaik buat anaknya.
**Pendidikan Soedirman**
Pada usia 7 tahun atau pada 1923, Soedirman bersekolah di Hollandsche Inlandsche School (HIS) yang setingkat sekolah dasar di Cilacap. Setelah selesai, Soedirman melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO) yang setingkat SMP. Soedirman kemudian pindah sekolah ke Perguruan Parama Wiwowo Tomo hingga tamat pada 1935. Setelah itu, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru atau Kweekschool yang diselenggarakan oleh organisasi Muhammadiyah di Surakarta. Namun, pendidikan Soedirman terhenti pada 1936. Ia kemudian kembali ke Cilacap dan menjadi guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah. Selain mengajar, Soedirman juga aktif di kegiatan Muhammadiyah, yakni menjadi anggota Kelompok Pemuda Muhammadiyah. Selain itu, Soedirman juga aktif dalam kegiatan penggalangan dana untuk kepentingan pendidikan dan pembangunan.
**Karier Militer Jenderal Soedirman**
Sudirman memulai karir militernya dengan bergabung dalam organisasi-organisasi pemuda yang bersifat nasionalis. Awal mula Sudirman bergabung dengan militer adalah ketika pada tahun 1942 Jepang menduduki Indonesia dan membuat sekolah tempat mengajar Sudirman ditutup karena dialihfungsikan menjadi posko militer. Karena pendudukan Jepang di wilayahnya, Sudirman dipercaya untuk memimpin sebuah tim di wilayah Cilacap untuk melawan serangan Jepang dan melakukan negosiasi untuk kembali membuka sekolahnya lagi.
Pada tahun 1944, Sudirman diminta bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA) dengan mengikuti pendidikan terlebih dahulu di Bogor. Mengutip dari website Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, setelah selesai menjalani pendidikan, Sudirman diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya.Setelah menjadi komandan, Sudirman beberapa kali menentang keputusan Jepang yang terlalu semena-mena terhadap masyarakat di wilayahnya dan pemberontakan yang membuatnya diasingkan di Bogor. Perjalanannya di militer ini membuat Sudirman ditugaskan oleh Sukarno dan Hatta untuk mengawasi proses para tentara Jepang yang menyerahkan diri di Banyumas.
Sejak penugasan ini, Sudirman dengan pasukannya dijadikan divisi V oleh Oerip Soemohardjo sebagai panglima sementara saat itu. Jenderal Sudirman menjadi panglima divisi V dengan pangkat Kolonel setelah terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat.Lalu pada tanggal 12 November 1945 di Konferensi TKR. Sudirman lalu diangkat sebagai Panglima Tertinggi TKR dan pada 18 Desember 1945 diangkat menjadi Panglima Besar TKR.
Perjalanannya di militer memang termasuk yang cemerlang karena peran besar seorang Sudirman. Karena sepak terjangnya ini lah yang membuat Sudirman diangkat menjadi Jenderal Panglima Besar Tentara Rakyat Indonesia (TRI) pada 25 Mei 1946 hingga membuatnya menjadi Jenderal Pangilma Besar Tentara Nasional Indonesia pertama pada pemilihan Panglima Besar yang dilakukan tanggal 12 November 1945. Sambil menunggu pengangkatan, Sudirman memerintahkan pasukannya untuk melakukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Ia dilantik sebagai Jenderal Panglima Besar TKR pada 18 Desember 1945.
**Peran Utama dalam Perjuangan **
Sudirman diangkat sebagai Panglima Besar TNI pada 1945 dan memimpin pasukannya melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 1948, dalam Agresi Militer Belanda II, ia melakukan perang gerilya. Sebelum itu, Soedirman membakar dokumen penting di rumah dinasnya dan bergerak dengan pasukan kecil ke Kretek, Bantul. Di sana, ia mengutus tentaranya menyamar untuk mengintai dan meminta istrinya menjual perhiasan untuk mendanai gerilya. Setelah beberapa hari di Kretek, ia melanjutkan perjalanan ke Wonogiri.
Soedirman kemudian memerintahkan pasukannya menuju Ponorogo pada 23 Desember, dan di sana mereka berhenti di rumah ulama Mahfuz, yang memberikan tongkat untuk membantunya. Di dekat Trenggalek, mereka dihentikan oleh prajurit TNI dari Batalion 102 yang curiga dengan konvoi mereka. Setelah identitasnya terungkap, Mayor Zainal Fanani meminta maaf dan memberikan mobil untuk melanjutkan perjalanan. Setelah meninggalkan Kediri pada 24 Desember, Soedirman dan pasukannya bergerak ke timur.
Serangan Belanda yang berkelanjutan menyebabkan Soedirman harus mengganti pakaiannya dan memberikan pakaian lamanya pada salah seorang prajuritnya, Letnan Heru Kesser yang memiliki kemiripan dengan Soedirman. Pada 27 Desember, Soedirman dan pasukannya menuju Desa Jambu dan tiba pada 9 Januari 1949. Di sana, ia bertemu dengan beberapa menteri dan kemudian bergerak ke Banyutuwo, menetap selama seminggu lebih. Pada 21 Januari, dengan Belanda mendekati desa, mereka terpaksa meninggalkan Banyutuwo dalam hujan lebat.
Soedirman dan pasukannya melanjutkan perjalanan melewati hutan ke Sobo dekat Gunung Lawu pada 18 Februari. Menggunakan radio, Soedirman memberi perintah dan memutuskan Sobo sebagai markas gerilya. Letnan Kolonel Wiliater Hutagalung menjadi perantara dengan pemimpin TNI lain. Menyadari opini internasional yang mengutuk tindakan Belanda, Soedirman dan Hutagalung merencanakan serangan besar-besaran. Belanda menyebarkan propaganda bahwa mereka telah menangkap Soedirman untuk mematahkan semangat gerilyawan.
Soedirman memerintahkan Hutagalung merencanakan serangan besar-besaran yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret 1949. Pasukan TNI di bawah Letnan Kolonel Soeharto berhasil merebut kembali Yogyakarta dalam enam jam, memalukan Belanda di mata internasional. Namun, perintah serangan ini masih diperdebatkan antara Soeharto, Hamengkubuwono IX, dan Bambang Sugeng. Tekanan dari PBB mendorong perundingan yang menghasilkan Perjanjian Roem-Royen pada 7 Mei 1949, yang mengharuskan Belanda menarik pasukannya dari Yogyakarta. Belanda mulai menarik pasukannya pada akhir Juni, dan pemimpin Indonesia di pengasingan kembali ke Yogyakarta pada awal Juli.
Soekarno memerintahkan Soedirman untuk kembali ke Yogyakarta, tetapi Soedirman menolak jika Belanda menarik diri tanpa perlawanan, yakin pasukan TNI cukup kuat. Meskipun dijanjikan obat-obatan dan dukungan, Soedirman menolak kembali ke politisi yang dianggapnya sepaham dengan Belanda. Ia setuju kembali setelah menerima surat yang pengirimnya masih diperdebatkan. Pada 10 Juli, Soedirman dan kelompoknya kembali ke Yogyakarta, disambut hangat oleh warga dan elit politik. Wartawan Rosihan Anwar mencatat pada 1973 bahwa kembalinya Soedirman ke Yogyakarta penting untuk menghindari anggapan adanya keretakan antar pemimpin republik.
**Kesehatan dan Kematian**
Meski memimpin pasukannya dengan penuh dedikasi, Jenderal Sudirman menghadapi masalah kesehatan yang serius. Ia menderita tuberkulosis yang semakin memperburuk kondisinya seiring berjalannya waktu. Kondisi ini memaksanya untuk sering beristirahat dan memperlambat aktivitasnya di lapangan. Soedirman meninggal dunia di Magelang pada pukul 18.30 malam pada tanggal 29 Januari 1950 Jenazah Soedirman disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman pada sore hari, yang dihadiri oleh sejumlah elit militer dan politik. Upacara ini ditutup dengan prosesi hormat 24 senjata. Jenazah Soedirman kemudian dibawa ke Taman Makam Pahlawan Semaki,Yogyakarta.
**Warisan dan Penghargaan**
Jenderal Sudirman dikenal sebagai sosok yang penuh pengabdian dan dedikasi terhadap tanah air. Kepemimpinan dan strateginya dalam perang gerilya tetap menjadi pelajaran berharga dalam sejarah militer Indonesia. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, pemerintah Indonesia menetapkan Jenderal Sudirman sebagai pahlawan nasional dan nama serta perjuangannya terus dikenang dalam berbagai bentuk, termasuk monumen dan institusi pendidikan.
**Kesimpulan**
Jenderal Sudirman merupakan simbol keberanian dan komitmen dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kontribusinya dalam membangun angkatan bersenjata dan strategi perangnya yang inovatif membuktikan betapa pentingnya peran seorang pemimpin yang visioner dalam perjuangan kemerdekaan. Pengabdian dan keberaniannya tetap menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya dalam membela dan mempertahankan kemerdekaan bangsa.
Referensi
- https://www.ziyad.web.id/2020/09/materi-kemuhammadiyahan-kelas-5.html
- Wikipedia: Jenderal Sudirman
- https://www.liputan6.com/hot/read/5450112/kisah-perjuangan-jenderal-sudirman-melawan-penjajah-hingga-menjadi-panglima-besar-tni
Leave a Reply